Kamis, 30 Juni 2016

Zakat yang pasti-pasti aja

Alhamdulillah, ada dua keadaan sekarang yang harus kita sikapi
Pertama kita bersyukur kepada Allah azza wa jalla karena atas rahmat-Nya kita bisa melalui ramadhan tahun ini dengan baik
Yang kedua, kita bersedih karena kita akan berpisah dengan bulan ramadhan yang penuh barokah ini.
Dan ada amalan yang wajib dikerjakan oleh setiap kaum muslimim yaitu zakat fitrah.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, segala transaksi lebih mudah. Akan tetapi kemudahan yang diberikan oleh Allah tidak berarti memberikan izin untuk mengganti syariatnya. Sebagaimana yang dijelaskan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwasanya zakat fitri (zakat fitrah) itu mengikuti prosedur kafarah karena zakat fitri (zakat fitrah) adalah zakat badan, bukan zakat harta.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi hamba dan yang merdeka, bagi laki-laki dan perempuan, bagi anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum manusia berangkat menuju shalat ‘ied.” (HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984).

Dua riwayat ini menunjukkan bahwasanya zakat fitri berstatus sebagai zakat badan, bukan zakat harta. Berikut ini adalah beberapa alasannya:
1. Adanya kewajiban zakat bagi anak-anak, budak, dan wanita. Padahal, mereka adalah orang-orang yang umumnya tidak memiliki harta. Terutama budak; seluruh jasad dan hartanya adalah milik tuannya. Jika zakat fitri merupakan kewajiban karena harta maka tidak mungkin orang yang sama sekali tidak memiliki harta diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya.
2. Salah satu fungsi zakat adalah penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa serta perbuatan atau ucapan jorok. Fungsi ini menunjukkan bahwa zakat fitri berstatus sebagaimana kafarah untuk kekurangan puasa seseorang.

Ada dua konsekuensi hukum ketika status zakat fitri itu sebagaimana kafarah:

Harus dibayarkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan yaitu bahan makanan.
Harus diberikan kepada orang yang membutuhkan untuk menutupi hajat hidup mereka, yaitu fakir miskin. Dengan demikian, zakat fitri tidak boleh diberikan kepada amil, mualaf, budak, masjid, dan golongan lainnya. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 25:73)

Akan tetapi terdapat beberapa ulama yan membolehkan pembayaran zakat dengan uang (tapi dengan syarat tertentu) yaitu diantaranya Umar bin Abdul Aziz, Al-Hasan Al-Bashri, Atha’, Ats-Tsauri, dan Abu Hanifah.
Sedang pendapat yang lebih kuat yaitu yang tidak memperbolehkan menggunakan uang, pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Mereka mewajibkan pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan, Imam Malik dan Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah jika membayar zakat fitri mengunakan mata uang.

Alasan para ulama yang melarang pembayaran zakat fitri dengan mata uang :
1. Zakat fitri adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya. Hal tersebut termasuk jenis, takaran, waktu, pelaksanaan dan tata cara pelaksanaan. Diluar yang ditentukanmoleh syariat maka tidak sah.
2. Di zaman nabi dahulu sudah ada mata uang, akan tetapi beliau shallallahu 'alaihi wasallam tetap menentukan menggunakan makanan pokok.

Jadi, yuk tunaikan dengan yang pasti-pasti aja. Yang lebih selamat dan berkah insyaaAllaah. Karena kecintaan sejati adalah ketika engkai mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketaatan tanpa banyak tanya.
Akan tetapi apabila ada yg berbeda pendapat maka kita hormati pendapat tersebut selama ada dalil yang medasari. Mereka tetap saudara kita muslim.

Wallahu a'lam bish showab

Akhukum Kharisma Ridho Husodo
Kamis, 25 Ramadhan 1437H

Sumber :
Rumaysho.com
Konsultasisyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Qolbu Booster