Rabu, 15 Juni 2016

Musibah, 2 Mata Pisau

Bagaimana kabarmu hari ini?
Apakah kesenangan menemanimu atau musibah yang mampir?
Dalam kehidupan musibah memang silih datang dan pergi
Dan secara fitrah musibah memanglah suatu kejadian yang tidak mengenakkan bagi seseorang. Tapi beginilah cara Allah menguji kita, Allah menguji dalam rangka cinta terhadap hambaNya

Musibah ini adalah ibarat DUA MATA PISAU, bisa kita gunakan sebagai senjata untuk mendapat kemenangan dan bisa jadi menjadi senjata yang akan melukai diri kita. Sehingga perlu kita menyikapi musibah ini dengan benar agar apa yang kita dapat setelahnya adalah pahala yang berlimpah.

Allah azza wa jalla berfirman
“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (Qs. at-Taghabun: 11)
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa di dalam ayat di atas terkandung beberapa pelajaran yang agung, yaitu:
1. Segala musibah yang menimpa itu terjadi dengan qadha’ dan qadar dari Allah ta’ala.
2. Merasa ridho terhadap takdir tersebut dan bersabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian dari nilai-nilai keimanan, sebab Allah menamakan sabar di sini dengan iman.
3. Kesabaran itu akan membuahkan hidayah menuju kebaikan di dalam hati dan kekuatan iman dan keyakinan ((I’anat al-Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid [3/140] software Maktabah asy-Syamilah)

Maka beriman kepada Al Qadar termasuk dari obat yang paling hebat yang menolong seorang beriman untuk menghadapi keadaan sulit, musibah dan bala, dan ini adalah salah satu buah dari buah yang paling agung dari beriman kepada takdir. Justru apabila kita memaki, mengumpat dan mengutuk takdir maka kita menjadi hamba yang durhaka yang tidak menerima akan ketetapanNya dan bahkan hanyak menambah keburukan. Naudzubillah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Dari hadits ini dapat kita petik bahwa semestinya seseorang merasa khawatir atas kenikmatan dan kesehatan yang selama ini senantiasa dia rasakan. Sebab boleh jadi itu adalah istidraj/bentuk penundaan hukuman baginya, sementara dia tahu betapa banyak maksiat yang telah dilakukannya, wal ‘iyadzu billah.

Semoga bermanfaat dan kita semakin tegar dan sabat terhadap musibah. Wallahu a'lam bish showab

Akhukum Kharisma Ridho Husodo
Kamis, 11 Ramadhan 1437H

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Qolbu Booster