Puasa itu Bukan Mengganti Waktu Makan
Terkadang
kita salah memaknai arti puasa yang sebenanya
Orang awam
hanya melihat bahwa puasa hanyalah menahan makan dan minum saja
Akan tetapi
pada saat berbuka makannya sangat banyak dan bertambah-tambah
Bahkan
ketika mengadakan acara buka bersama, tidak sedikit yang meninggalkan shalat
maghrib dan bahkan shalat isya dan tarawih. Naudzubillah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa
adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats (mengandung
syahwat). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu,
katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan
Hakim)
Ingatlah, bahwa puasa tidak hanya perut saja. Akan tetapi semua
anggota badanmu juga harus dipuasakan. Mulut puasa dari perkataan tak berguna
dan mata berpuasa dari melihat hal yang berdosa. Serta tangan dan kaki berpuasa
dari melakukan dosa dan maksiat baik berat atau ringan.
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan tingkatan dalam
berpuasa. Shaumul umum, shaumul khusus, dan shaumul khususil khusus. Ketiganya bagaikan
tingkatan tangga yang manarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang
khususil khusus.
Pertama, Puasa orang awam (orang kebanyakan),
Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari
godaan syahwat. Tingkatan puasa ini adalah tingkatan yang paling rendah karena
dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Ini adalah golongan yang merugi sebagaimana
sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam : “Betapa banyak orang yang
berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar
dan dahaga” (HR At-Thabrani)
Kedua, Puasanya
orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan
pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam
bentuk dosa. Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasa para Shalihin
(orang-orang saleh). Menurut Al- Ghazali rahimahullah, seseorang tidak akan
mencapai kesempurnaan dalam tinkatan puasa kedua ini kecuali harus melewati beberapa
hal sebagai prasayaratnya, yaitu :
-
Menahan pandangan
dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan ;
-
Menjaga lidah dari
perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan
berdiam diri
-
Menggunakan waktu
untuk berzikir kepada Allah serta membaca Al-Quran
-
Menjaga pendengaran
dari mendengar kata-kata yang tidak baik
-
Mencegah anggota
tubuh yang lain dari perbuatan dosa
-
Tidak
berlebih-lebihan dalam berbuka, sampai perutnya penuh makanan.
-
Hatinya senantiasa
diliputi rasa cemas (khauf) dan harap (raja) karena tidak diketahui apakah
puasanya diterima atau tidak oleh Allah.
Ketiga, Puasa khususnya orang yang khusus
adalah puasanya
hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan
segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah azza wa jalla.
Puasa ini adalah mencegah memikirkan apa-apa selain Allah. Menurut Al-Ghazali,
tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi ,
Shiddiqqiin, dan Muqarrabin.
Jadi jadilah orang puasa yang sejati. Tidak berlebihan dan
tidak terlalu ekstrim. Islam ini adalah agama yang indah. Dan engkau tidak
akan mendapatkan keindahannya bila menyelisihi apa yang dibawakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu a’lam bish showab
Akhukum Kharisma Ridho Husodo
Rabu, 3 Ramadhan 1437 @ Masjid Abu Dzar Al-Ghifari, Kompleks
Griya Shanta, Malang
0 komentar:
Posting Komentar