Hukum Berpuasa saat Safar
Alhamdulillah, Allah benar-benar telah menurunkan agama islam secara sempurma bahkan sampai semua sisi kehidupan. Pada kali ini kami akan menyajikan beberapa fiqh mengenai safar saat puasa ramadhan.Jadi, bolehkan tetap berpuasa walaupun sedang safar?
Allah ta'ala :
“dan jika kalian berpuasa, maka itu lebih baik bagi kalian” (QS. Al-Baqarah: 184)
Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa tetap berpuasa adalah lebih utama. Jika puasa dapat membahayakan dirinya, maka wajib tidak berpuasa.
Sedangkan menurut madzhan Hambali, musafir sunnah tidak berpuasa dan makruh berpuasa, meskipun tidak ada hal yang memberatkan (bila masyaqqat) berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut:
“Puasa dalam perjalanan tidak termasuk kebaikan.” [HR. Bukhari Muslim]
Wajib Qadha`
Itu adalah pendapat menurut 4 madzhab besar mengenai safar saat puasa.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya mengenai hal ini, “Bagaimanakah hukumnya puasa seorang musafir, melihat realita bahwa sekarang ini puasa tidak memberatkan terhadap orang yang menjalankannya karena sempurnanya sarana perhubungan dewasa ini”?
beliau menjawab
Seorang musafir boleh tetap berpuasa dan boleh berbuka, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah : 185)
Kaidah hukum bagi musafir adalah dia disuruh memilih antara puasa dan berbuka, akan tetapi jika berpuasa tidak memberatkannya maka puasa lebih utama, karena di dalamnya terdapat tiga manfaat:
1. Meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Kemudahan, kemudahan puasa atas manusia; karena seorang manusia apabila dia berpuasa bersama orang banyak maka akan terasa ringan dan mudah.
3. Manfaatnya segera membebaskan diri dari beban tanggung jawabnya.
Apabila terasa berat atasnya maka sebaiknya dia tidak berpuasa, kaidah ‘Tidaklah termasuk kebaikan berpuasa di waktu bepergian’ tepat diterapkan pada keadaan seperti ini.
Dalam kesempatan yang lain beliau juga ditanya, “Apakah puasa atau berbuka yang lebih baik bagi musafir?”.
Beliau menjawab:
Yang lebih baik apa yang paling mudah baginya, jika lebih berpuasa baginya maka berpuasa lebih baik. Jika lebih mudah baginya berbuka maka berbuka lebih baik. Jika keduanya sama, maka berpuasa lebih baik. Karena inilah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena lebih cepat membebaskan diri dari beban syariat. Ini yang lebih ringan bagi manusia karena qhada puasa bisa jadi terasa berat. Bisa jadi kami merajihkannya (pendapat ini) juga. Karena (berpuasa) pada bulan yang bertepatan dengan bulan puasa (orang-orang berpuasa).
Sehingga ada 3 keadaan:
1. berbuka lebih mudah, maka hendaknya ia berbuka
2. puasa lebih mudah, maka hendaknya ia berpuasa
3. keadaannya sama, maka lebih baik ia berpuasa.
(Majmu’ Fatawa wa Rasa’il, 19/137, syamilah)
Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bish showab
Akhukum Kharisma Ridho Husodo
Sabtu, 20 Ramadhan 1437H
Sumber :
ar.islamway.net
rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar