Ramadhan Lewat, Jangan Tinggalkan Masjid
Bulan yang selalu dirindukan sudah meninggalkan kita, bulan
yang di dalamnya sangat banyak sekali kebaikan dimana banyak hamba Allah yang
berlomba-lomba dalam beramal shalih. Selain itu banyak pula hamba Allah yang
pada awalnya bejat menjadi taat karena ingin meraih ampunanNya di bulan
Ramadhan.
Akan tetapi Ramadhan ini adalah waktu dimana seorang hamba
akan diuji untuk melihat seberapa jauh ketaatan seorang hamba dan bagaimana
kelanjutannya setelah dia beranjak dari bulan Ramadhan. Apakah masih mendekatkan
diri kepada Allah ataukah kembali kepada perbuatan maksiat?
Salah satunya yang dirindukan adalah nikmatnya shalat
berjamaah di masjid, khususnya bagi kaum laki-laki. Di bulan Ramadhan, banyak
masjid jadi ramai. Shalat wajib 5 waktu berjamaah di masjid meningkat
makmumnya, walaupun yang paling banyak jamaahnya waktu shalat isya dan tarawih.
Meski kuantitasnya fluktuatif, akan tetapi orang-orang menyadari bahwa shalat
berjamaah di masjid lebih utama dan lebih banyak pahala dibandingkan shalat di
rumah dan sendirian.
Akan tetapi kenapa setelah Ramadhan lewat seakan-akan
masjid itu hanyak dikenal buka 24 jam di bulan Ramadhan saja? Selain Ramadhan,
mereka mengunjungi masjid hanya 1 minggu sekali yaitu hari jumat. Padahal
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini berlaku setiap waktu lho :
“Shalatnya seorang lelaki dengan
berjamaah itu melebihi shalatnya (sendirian) di rumah atau di pasar sebanyak
dua puluh lima kali, yang demikian itu disebabkan karena bila dia berwudhu
dengan sempurna, kemudian pergi ke masjid dengan tiada tujuan lain kecuali
untuk melakukan shalat (berjamaah) semata-mata, maka tiadalah ia melangkah
kecuali diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya. Dan
jika ia shalat, maka para malaikat memohonkan untuknya rahmat selama ia masih
berada di tempat shalat itu dalam keadaan tidak berhadast. (Para malaikat itu
berdoa), ‘Ya Allah, berilah rahmat kepada orang ini dan sayangilah dia.’ Dan
orang itu selalu dianggap sedang melakukan shalat, selama menantikan datangnya
waktu shalat yang lain.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, & Ibnu
Majah).
Maka jadilah generasi Rabbani, bukan ramadhani. Karena Allah
tetap akan menjadi Tuhan semesta alam di setiap bulannya. Sebagian salaf
mengatakan, “Janilah seorang Rabbani bukan seoarang Ramadhani”. Maksudnya,
janganlah engkau taat dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya
terbatas pada bulan Ramadhan saja. Hidup kita semuanya adalah masa-masa
ketaatan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kematian menjemputmu.”
(QS. Al-Hijr: 99).
Ada sebuah permisalan yang perlu untuk diperhatikan.
Bagaimana pendapat Anda sekalian jika ada seorang perempuan yang memintal
benang menjadi pakaian selama satu bulan sempurna. Setelah selesai ia urai lagi
pakaian yang telah jadi itu menjadi benang-benang? Mungkin Anda akan mengatakan
perempuan ini tidak pintar atau bodoh, atau perempuan ini tidak memiliki sifat
hikmah. Demikian pula yang Allah firmankan,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا
مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali…” (QS. An-Nahl: 92).
Demikianlah, jika seorang hamba diberi taufik untuk menaati
Allah Jalla wa ‘Ala, lalu ia mengajak dirinya agar melakukan ketaatan kemudian
setelah itu ia kembali lagi kepada kerusakan dan merusak sendi-sendi yang sudah
ia bangun. Keadaan ini sama halnya dengan wanita yang telah memintal benang
tadi, lalu merusak hasil yang telah ia upayakan.
Oleh karena itu, hendaknya kita merenung dan berpikir, terus
memuhasabah diri dan menimbang amal. Jadikanlah hari-harimu saat-saat dimana
sibuk dalam kebaikan dan ketakwaan.
Wallahu a’lam bish showab
Akhukum Kharisma Ridho Husodo
Akhukum Kharisma Ridho Husodo
0 komentar:
Posting Komentar