Sabtu, 29 Juli 2017

Ridho-Nya, Ridho Orang tua



Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shalihaat

Segala puji bagi Allah azza wa jalla, karena atas rahmatnya kita bisa menjadi seorang muslim. Karena tanpa nikmat dariNya niscaya kita akan menjadi orang yang bingung di muka bumi ini tanpa petunjuk
Dan petunjuk didapatkan dari ilmu. Tanpa ilmu kita tidak bisa bersatu sesama muslim. Tanpa ilmu, Indonesia tidak akan merdeka. Islam adalah agama ilmiah, berdasarkan ilmu, yaitu sesuai yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah ilmu ini adalah rahmat dari Allah azza wa jalla. Karena bagi manusia yang lemah ini, rahmat Allah adalah yang nomer satu. Dan kita tahu bahwa sekarang setelah terputusnya wahyu dari Allah, terdapat pewaris-pewaris nabi yaitu Ulama. “Ulama adalah pewaris para Nabi” (HR Abu Dawud). Dan salah satu turunnya rahmat Allah pada suatu negara yaitu adanya ulama.
Di negeri Indonesia ini, terdapat ulama yang masyaAllah luar biasa dan banyak berjasa pada makmurnya negeri ini sehingga menjadi baldatun thoyyibah (Negeri yang baik). KH Hasyim asy’ari pendiri Nadhlatul ‘Ulama, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyyah, KH Ali Hasan pendiri Al-Irsyad PERSIS adalah ulama-ulama yang berjasa bagi Indonesia. Mereka berdiri diatas organisasi masing-masing tapi tidak saling menjatuhkan, karena mereka mengenal Al-Quran As-sunnah. Kita tahu bahwa organisasi memiliki AD-ART sedangkan Islam memiliki Al-Quran dan As-sunnah.
Jika ingin negara ini baik maka harus memberikan fasilitas agar masyarkat menjadi baik terkhusus dalam masalah agama. Permudah masyarakat Indonesia di sekeliling kita untuk beribadah. Bahkan terkadang di Kota, mencari masjid saja lebih sulit dibandingkan mencari mesin ATM. Walaupun puncak dari suatu ibadah adalah jihad fii sabilillah, akan tetapi tidak hanya itu kita bisa mencapai surga Allah azza wa jalla. Bentuklah masyarakat agar hubungan dengan Allah baik akan tetapi hubungan sesame manusia juga baik terutama dalam lingkungan keluarga.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih.”
Beliau pun bersabda
فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.
“Maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti).’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Bahkan jihad sebagai puncak ibadah, Rasulullah lebih mengarahkan seorang anak untuk berjihad lewat kedua orang tuanya, yaitu dengan berbakti kepada keduanya. Apalagi istilah jihad di Indonesia zaman sekarang menjadi berubah-ubah. Sebagian ada yang berpendapat demonstrasi dengan menunjukkan kegagalan seorang pemimpin di jalan, mereka sebut ini “Jihad”. Kita lihat dari Al-Quran, dipojokan manapun tidak ditemukan ajaran untuk demonstrasi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR Bukhari Muslim)

Demonstrasi bukanlah ajaran dari Islam, maka saya tidak setuju dengan hal ini. Jangan sampai berasalan untuk mendapat suatu hal yang baik, dengan cara yang buruk. Ingat Allah itu tidak melihat hasil, tapi Dia azza wa jalla melihat prosesmu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ الهَa أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka Allah berfirman,”Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah (Al Mukminun : 41).” Dan Allah juga berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian (Al Baqarah : 172).” Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan : Wahai Rabb-ku, Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana Kami mengabulkan doanya?”[HR Muslim]

Dan bukankah Allah berjanji bahwa hasil jerih payah yang baik itu balasannya yang baik. Buruk pasti dibalas juga dengan yang buruk. Allah ta’ala berfirman : Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) (QS Ar-rahman : 60).

Kehidupan bernegara, layaknya shalat berjamaah. Presiden adalah Imam, shaf terdepan adalah jajaran menteri, Ulama, DPR dan MPR. Sementara shaf belakangnya lebih rendah jabatan dan perannya dan begitu pula seterusnya. Jika imam salah, maka yang lebih berhak mengingatkan adalah shaf yang paling depan, tidak perlu shaf belakang sendiri berteriak. Dan imam harus sadar kalau salah dan diingatkan dengan kalimat “Subhanallah”, maha suci Allah. Hanya Allah yang suci terbebas dari kesalahan. Dan ketika imam melakukan kesalahan dan tidak mampu melanjutkan shalatnya, maka yang menggantikan adalah yang lebih berhak (misal wakil presiden) dan seharunya seperti itulah ketika seorang pemimpin mengkirarkan janji akan tetapi dusta dan ingkat, selayaknya dia meninggalkan posisinya sendiri tanpa harus ditarik-tarik oleh makmumnya, yaitu rakyatnya.
Maka dari itu, mari kita menuntun ilmu agar kita mengetahui yang haq dan mengetahui yang bathil sehingga kita bisa memilih dan memilah dengan baik.
Tidak ada yang ma’shum kecuali Nabi dan Rasul. Bahkan para sahabat yang dijamin masuk surga, juga masih bisa berbuat salah. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmidzi)

Akan tetapi ketika terdapat kelompok radikal mereka menganggap bahwa kelompok mereka palilng benar dan bahkan mengkafirkan golongan lain yang tidak sependapat dengan mereka. Dan target utama mereka adalah remaja, para pemuda. Karena mereka masih belum matang pemikirannya, sehingga mudah untuk dilakukan brain washing. Para remaja yang memiliki waktu luang dan energi yang banyak akan tetapi objek pelampiasannya kebanyakan kurang sehingga jadilah mereka pelaku bom bunuh diri, penculikan dan kejahatan lainnya. Padahal Allah berfirman :
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa’ : 29)

Maka didiklah para remaja disekitar kita agar disalurkan kepada yang baik sehingga terhidar dari pemikiran radikal yang bahaya ini. Para sahabat saja terkena fitnah mereka, apalagi kita.
‘Abidatu as-Salmaini berkata kepada Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, “Wahai Amirul Mukminin! Apakah gerangan Abu Bakr dan Umar Radhiyallahu anhuma, kenapa semua rakyat tunduk dan patuh kepada keduanya? Wilayah kekuasaan yang semula lebih sempit dari satu jengkal lalu meluas dalam kekuasaan mereka? Lalu saat engkau dan Utsman menggantikannya posisi keduanya, rakyat tidak lagi tunduk dan patuh terhadap kalian berdua, sehingga kekuasaan yang luas ini menjadi sempit buat kalian?
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu menjawab, “Karena rakyat mereka berdua adalah orang-orang yang seperti aku dan Utsman, sementara rakyatku sekarang adalah kamu dan orang-orang yang sepertimu.” (as-Sunan al-Wârid fil Fitan)

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Tidak hanya untuk jazirah arab, sehingga islam ini tidak merubah akan tetapi mewarnai. Islam di yordania memiliki adatnya sendiri, oleh karena itu Indonesia juga memiliki khasnya sendiri. Sehingga islam ini tidak hanyak terbatas dengan pakaian saja, islam itu bukan gamis, bukan koko, bukan kopyah. Akan tetapi islam adalah jalan hidup. Dalam Islam terdapat 3 hal yang harus kita pegang betul yaitu : Qaalallah, QaalaRasul dan Adat. Dan kebaikan pada umumnya dinilai dengan adanya adat, akan tetapi para ulama sepakat apabila terdapat kebaikan yang diatur dalam adat yang bertentangan dengan Al-quran dan As-sunnah maka utamakan Quran dan Sunnah, dengan cara sami’naa wa atho’naa.

Dalam islam, orang dinilai memasuki umur yang matang adalah ketika masuk usi 40 tahun. Dan kebanyakan ketika kita usia 40 tahun, maka kita sibuk dengan jayanya karir kita sehingga lupa dengan orang-orang dekat kita, terkhusus orang tua. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk berdoa ketika memasuki umur 40 tahun sebagaimana dalam surat Al-ahqad : 15 :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al Ahqaf: 15)

Oleh karena itu, kepada orang tua yang berjasa banyak bagi kita, jangan sia-siakan waktu untuk tidak berbakti kepada mereka. Orang tua lebih membutuhkan perhatianmu daripada uang kiriman setiap bulan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi)
Maka ketika engkau ada masalah, berdoalah kepada Allah dan telponlah orang tuamu
“Umi, Abi, ana minta ridhoNya semoga semua urusan dimudahkan”
Demi Allah, insyaAllah akan diijabahi oleh Allah azza wa jalla.
Berbaktilah kepada mereka, ridho Allah berada pada ridho mereka, jangan sia-siakan pintu surgamu yang paling dekat.

Wallahu a’lam bish showab
Akhukum Kharisma Ridho Husodo
(Rangkuman Isi Kajian Ustadz Subhan Bawazier, 6 Dzulqa’dah 1438H)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Qolbu Booster