Senin, 27 Maret 2017

Belajarlah Menjadi Ibu dari Sekarang

Wahai saudariku…
Apakah engkau mendambakan keluarga yang sakinah mawadah dan rahmah?
Apakah engkau menginginkan seorang suami sekaligus imam yang baik?
Seorang imam yang benar-benar amanah dalam mengayomi keluarganya?
Seorang suami yang penyayang kepada dirimu dan kepada anak-anakmu nantinya?
Jika dirimu menginginkan kriteria suami yang demikian, maka insyaAllah itu lah kriteria yang diharapkan oleh wanita muslimah.

Akan tetapi, jangan hanya menjadi khayalan, tetapi imbangi keinginanmu itu dengan usaha memperbaiki diri.
Karena kalau cuma mengkhhayal memang enak, akan tetapi jika tidak berimbang dengan usaha kita maka engkau malah akan “kuwalahan”
Allah Ta’ala berfirman
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
"Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)


Karena perlu diketahui, menikah itu tidak cuma satu atau dua hari, bukan 1 bulan atau tahunan tetapi dia akan menjadi teman hidupmu nantinya.
Oleh karena itu, para Lelaki yang sudah memahami islam dengan baik dan tujuan dari menikah jika ia hendak menikah akan berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dan kau tau? Salah satu yang dipikirkan oleh Lelaki adalah bagaimana anaknya nanti? Oleh siapa dia adakan diasuh? Dan dari rahim siapa dia akan dilahirkan?
Karena lelaki tau, bahwa ada hak anak yang harus diperhatikan BAHKAN sebelum dia menikah.
MasyaAllah, bukankah islam ini sangat indah? Hak anak sangat diperhatikan bahkan sebelum lahir.
Para ulama menyebutkan,
الأم صانعة الأجيال
“Ibu adalah pencetak generasi.” Karena dia memiliki peran terbesar dalam mendidik anak.

Perhatikan kisah dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiallahu’anhu ketika ada seseorang yang mengadu mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?”, bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya”, tanya si anak.
“Benar”, jawab Umar. “Lantas apa hak anak terhadap ayahnya tadi”, lanjut si anak.
“Ada tiga”, jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi putranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaknya ia mengajarinya menghafal Al Qur’an”.
Maka si anak mengatakan, “ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku, ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 2 dirham. Lalu malamnya ia gauli sehingga hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al*, dan ia tidak pernah mengajariku menghafal Al Qur’an walau seayat!”.
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang”, bentak Umar kepada ayahnya (Masuliyatur rajuli fii usratihi).
*Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan sebagai orang yang berkulit hitam dan berparas jelek (mirip kumbang) atau orang yang emosional

Imam Ahmad bercerita, “Ibu-ku yang menuntun diriku hinggal aku hafal al Qur’an ketika masih berusia 10 tahun. Dia selalu membangunkan aku jauh lebih awal sebelum waktu shalat subuh tiba, memanaskan air untukku karena cuaca di Baghdad sangat dingin, lalu memakaikan baju dan kami pun menunaikan shalat tahajud semampu kami.”

Usai menunaikan shalat malam, sang ibu pergi ke masjid dengan mengenakan cadar untuk menunaikan shalat shubuh bersama Ahmad semenjak beliau berusia 10 tahun. Sejak pagi hingga tengah hari, Imam Ahmad terus diajari ilmu pengetahuan oleh sang ibundanya.

Ibunda Ahmad pernah berpesan, “Anakku, pergilah untuk menuntut ilmu Hadis karena hal itu adalah salah satu bentuk hijrah di jalan Allah!”

Sang ibu mengemas seluruh keperluan sang anak dalam perjalanan, kemudian berkata, “Sesungguhnya Allah jika dititipi sesuatu, Dia akan selalu menjaga titipan tersebut. Jadi, aku titipkan dirimu kepada Allah yang tidak akan membiarkan titipannya terlantar begitu saja.’

Sejak itulah, Imam Ahmad pergi dari sisi sang ibunda tercinta menuju kota Madinah, Makkah dan Shan’a’. Akhirnya, beliau kembali dengan menyandang gelar Sang Imam.

Sekalipun wanita gerakannya lebih terbatas, namun mereka menentukan kualitas generasi penerus umat… Imam Ahmad bercerita, “Ibu-ku yang menuntun diriku hinggal aku hafal al Qur’an ketika masih berusia 10 tahun. Dia selalu membangunkan aku jauh lebih awal sebelum waktu shalat subuh tiba, memanaskan air untukku karena cuaca di Baghdad sangat dingin, lalu memakaikan baju dan kami pun menunaikan shalat tahajud semampu kami.”

Usai menunaikan shalat malam, sang ibu pergi ke masjid dengan mengenakan cadar untuk menunaikan shalat shubuh bersama Ahmad semenjak beliau berusia 10 tahun. Sejak pagi hingga tengah hari, Imam Ahmad terus diajari ilmu pengetahuan oleh sang ibundanya.

Ibunda Ahmad pernah berpesan, “Anakku, pergilah untuk menuntut ilmu Hadis karena hal itu adalah salah satu bentuk hijrah di jalan Allah!”

Sang ibu mengemas seluruh keperluan sang anak dalam perjalanan, kemudian berkata, “Sesungguhnya Allah jika dititipi sesuatu, Dia akan selalu menjaga titipan tersebut. Jadi, aku titipkan dirimu kepada Allah yang tidak akan membiarkan titipannya terlantar begitu saja.’

Sejak itulah, Imam Ahmad pergi dari sisi sang ibunda tercinta menuju kota Madinah, Makkah dan Shan’a’. Akhirnya, beliau kembali dengan menyandang gelar Sang Imam.

Sekalipun wanita gerakannya lebih terbatas, namun mereka menentukan kualitas generasi penerus umat.

Wahai ukhti, siapkanlah dirimu untuk menjadi Ibu mulai dari sekarang. Bukan nanti ketika sudah menikah atau sudah mempunyai anak, karena lelaki yang baik pasti akan mencarikan calon anaknya ibu yang baik.

Selamat memperbaiki diri 😁
Wallahu a’lam

Kharisma Ridho Husodo
28 Jumaadal Aakhir 1438H

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Qolbu Booster